Saturday, December 8, 2007

Obat Manjur untuk Kutil

Ditulis oleh Iwan Dahnial

Mungkin anda telah mengetahui berita tentang penyakit kutil yang diderita oleh Dede yang tak kunjung2 sembuh bahkan merajalela disekujur tangan, kaki, muka dan bagian tubuh lainnya, sehingga Dede dijuluki "Manusia Akar" atau "Manusia Pohon".

Menurut dokter ahli kulit dari Universitas Maryland yang meneliti, penyebab penyakit Dede adalah human papilloma virus, virus kutil biasa. Akan tetapi, virus menyebar karena ketidak normalan sistem kekebalan Dede (berita KOMPAS, Rabu, 21 November 2007). Saya pernah mengalami penyakit kutil yang tumbuh di jari kaki saya. Kelihatannya sepele dan tidak mengganggu, namun bagaimanapun juga perlu segera dihilangkan, konon katanya lama kelamaan kutil akan membesar dan menyebar dibagian-bagian yang lain. Untuk itu saya berusaha menghilangkannya. Pertama saya mencoba memakai obat pembasmi kutil yang cukup terkenal merknya dari apotik. Setelah diolesi cairan obat tersebut, beberapa hari kemudian kutil mengering dan mengelupas. Tampaknya kutil sudah berhasil dihilangkan, namun setelah beberapa lama, kutil tumbuh lagi di tempatnya yang sama. Saya coba lagi olesi kutil tersebut dengan obat yang sama, namun hanya sementara menghilang dan kemudian "tumbuh" kembali. Akhirnya saya merasa bosan dan putus asa menggunakan obat tersebut, karena kutil tetap saja tumbuh kembali. Suatu saat saya bertemu dengan seorang ibu2 dan mengatakan kepada saya :
"Walah gampang itu ngilangkan kutil ! Coba saja saja kutilnya diolesi kapur sirih dicampur sabun ! Nanti kan kutilnya mengering dan rontok sampai keakar-akarnya ...... "
Setelah saya coba mengolesi kutil saya dengan kapur sirih yang dicampur sabun, tak lama kemudian kutil "meleleh" habis. Sungguh menakjubkan hasilnya, besoknya bekas kutil mengering dan beberapa hari kemudian bekas2 kutil rontok sampai keakar-akarnya, dan setelah itu sampai sekarang kutil tidak pernah tumbuh kembali !! Puji Tuhan !! Ramuan obat kutil 3 M ini (Murah Meriah Manjur) sudah saya uji cobakan kepada beberapa orang yang punya penyakit kutil ditubuhnya, bahkan ampuh pula untuk menghilangkan "tahi lalat' (andeng2). Jika tahi lalat dibiarkan tumbuh, konon lama kelaman bisa berpotensi manjadi kanker ganas !

CARA PENGOBATAN :
1. Siapkan setengah sendok teh (takaran tergantung kebutuhan) kapur sirih (enjet).
2. Siapkan setengah sendok sabun. Jadi perbandingan antara kapur sirih dan sabun adalah 1:1.
Pengalaman saya, saya pakai sabun mandi merk apa saja.
3. Jika kapur sirih mengering, tambahkan air bersih secukupnya, jangan terlalu encer.
Campur adukkan sampai merata kapur sirih dan sabun (obat kutil).
4. Siapkan batang olesan yang steril (jangan sekali-kali mengoles pakai jari tangan, karena
campuran sabun dan kapur sirih bisa "menggigit" jari tangan anda).
5. Siapkan obat anti infeksi (obat luka) "Betadin".
6. Olesi kutil dengan obat kutil. Tunggu beberapa menit sampai obat kutil (campuran kapur
sirih) mengering.
7. Untuk mencek apakah kutil menyusut (meleleh), ambil kapas yang telah dicelup cairan
Betadin, kemudian singkirkan kapur2 yang mengering disekitar kutil dengan kapas. Olesi
kutil yang telah menyusut dengan cairan Betadine agar tidak infeksi.
8. Jika kutil belum menyusut tuntas, ulangi lagi dengan olesan obat kutil.
9. Pengolesan beberapa kali dilakukan pada waktu yang sama berurutan sampai tuntas.
10. Jika dirasa telah cukup melakukan pengolesan, olesi bekas kutil yang menyusut dan
sekitarnya dengan cairan Betadin agar tidak infeksi.
11. Sehari atau dua hari kutil akan mengering dan akan rontok sampai keakar-akarnya.
12. Campuran kapur sirih dan sabun hanya untuk sekali pakai, tidak bisa disimpan lama
karena daya "serangnya" lama-kelamaan memudar apalagi jika campuran mengering !!

Selamat mencoba bagi yang punya kulil atau tahi lalat !! Semoga berhasil tuntas ......

KENANGA DAN MENGKUDU OBAT HEPATITIS

Pencegahan hepatitis yang paling populer adalah dengan vaksinasi. Sedangkan pengobatannya yang paling efektif masih terus diupayakan. Di antaranya dengan memanfaatkan tanaman berkhsiat obat, misalnya kenanga, mengkudu, dan meniran seperti diungkapkan Dr. Chairul, Apt. M.Sc. dari Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor

Bunga kenanga. Hepatitis dapat menyerang segala lapisan masyarakat, dari konglomerat yang tinggalnya di lingkungan bersih dan nyaman hingga kaum melarat di lingkungan kumuh. Penanggulangan penyakit yang berupa kelainan fungsi organ hati ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu istirahat total disertai diet ketat. Tetapi cara ini tidak menjamin kesembuhan. Cara lain, menggunakan obat-obatan. Namun, sampai saat ini pun belum ada obat yang mempunyai khasiat memperbaiki nekrosis sel hati dan mempersingkat perjalanan penyakit hati akut.


Memang ada beberapa jenis obat sintetis yang mempunyai aktivitas sebagai antiviral (pembasmi virus), antiploriferatif, dan khasiat immunomodulasi (penyesuaian respons imun hingga tingkatan yang dikehendaki). Sayangnya, setiap kali digunakan akan timbul berbagai dampak negatif (toksik) pada si penderita.


Para pakar farmasi, biologi, dan kimia pun mencari obat hepatitis baru, terutama dari tumbuhan-tumbuhan (fitohepatoprotektor). Materinya dapat berupa bahan segar, simplisia (bahan yang dikeringkan, baik tunggal maupun campuran), ekstrak (sari) dan senyawa hasil isolasi dari tumbuh-tumbuhan yang sekarang dipakai sebagai obat tradisional untuk penyakit hati.


Memperkuat sistem kekebalan


Dalam beberapa dasawarsa belakangan, pengobatan penyakit hati dengan tanaman baru berupa glycyrrhizin, yaitu ektrak akar manis atau licorice root (Glycyrrhiza glabra). Dalam akar ini terkandung succus lyquiritae, suatu bahan yang mengandung senyawa glikosida. Bahan ini biasanya dipakai dalam sediaan OBH (obat batuk hitam) atau obat asli Cina Syau Cai Fu Tan. Namun sekarang, beberapa obat baru untuk penyakit hati telah beredar dan produk tersebut mengandung tumbuhan Cardnus marianus, jamur Ganoderma applanatum, dan G. lucidum.


Sayangnya, C. marianus atau Silymarin marianum tidak dijumpai di Indonesia. Tanaman tersebut banyak terdapat di daerah Mediterania, Inggris, dan Korea. Dua jenis dari suku Cardnus ini, berdasarkan hasil penyelusuran pustaka diketahui juga terdapat di Indonesia, yaitu C. crispus dan C. erasmus. Sayangnya lagi, tidak ada informasi lebih lanjut tentang nama daerahnya (lokal).


Jamur Ganoderma applanatum dan G. lucidum yang merupakan bahan obat tradisional Cina dan Jepang ini, termasuk dalam famili Polyporaceae (Basidomycetes). G. applanatum dapat dijumpai menempel pada batang pohon mati di hutan-hutan. Tanaman ini termasuk golongan pengurai lignin. Sosoknya ditandai dengan warna coklat di bagian atas dan putih keabu-abuan di bagian bawahnya. Jamur ini cukup keras kalau dipegang, dan berbentuk setengah lingkaran. Pada kondisi yang cocok jamur ini dapat tumbuh sampai diameter 0,1 - 0,5 m atau lebih.


Sedangkan G. lucidum merupakan pengurai selulosa. Jamur berwarna putih agak kemerahan ini mempunyai aroma agak wangi. Bentuknya payung dengan ukuran 2 - 10 cm tinggi 2 - 5 cm. Tumbuhnya di rumpun-rumpun bambu di sekitar desa maupun di pinggir hutan.


Menurut laporan hasil riset para pakar di Jepang dan Cina, ekstrak atau rebusan kedua jenis jamur bermanfaat untuk sistem kekebalan tubuh. Laporan lain menyatakan, kedua jamur mengandung senyawa polisakarida beta-D-glucans dengan rantai panjang, sekitar 8 satuan, dan mempunyai khasiat antitumor. Begitu pula hasil penelitian untuk desertasi penulis terhadap G. applanatum dari Pulau Peucang, Ujung Kulon, beberapa senyawa baru dari golongan asam polioksigenasi tetrasiklik triterpen yang dinamakan Asam Apllanoksidat A-H menunjukkan aktivitas terhadap Epstein-Barr Virus Early Antigen (EBV-EA), yakni virus aktif yang terbentuk dari sel ragi yang dirangsang bahan pengaktif sel (tetradekanoilforbol-O-13-asetat).


Kedua jenis jamur dapat memperkuat sistem imunitas atau kekebalan tubuh seseorang dan mempertinggi kemampuan memerangi kanker, menambah keseimbangan organ-organ dalam tubuh. Karena itu, keduanya sangat baik untuk mengobati alergi, asma, hepatitis, hepatitis B laten, TBC, rasa nyeri, menurunkan panas, memperbaiki pencernaan, mencairkan dahak, dan secara umum baik untuk paru-paru.


Seluruh bagian jamur bisa dijadikan obat hepatitis. Caranya, dengan menjadikannya serbuk seperti puyer. Untuk sekali minum diperlukan 500 mg serbuk jamur ini. Cara meminumnya seperti meminum puyer biasa atau bersamaan dengan makanan dan buah-buahan. Obat ini relatif aman dan tanpa dampak sampingan.
Air rebusan meniran


Hasil penelitian di laboratorium Eisei di Tsukuba, Jepang, terhadap beberapa tumbuhan obat Indonesia (TOI) menunjukkan indikasi reaksi pengendalian gangguan penyakit hati. Empat di antaranya menunjukkan reaksi pengendalian kuat, yakni meniran (Phylllanthus niruri), Canangium odoratum (kenanga), mengkudu (Morinda citrifolia), dan galuaju (Bixa orellana). Hasil penelitian itu juga menunjukkan, jahe (Zingiber officinalis), tembelekan (Lantana camara), kayu putih (Malaleuca leucodendron) dan sindur (Sindora glabra), yang mengandung minyak atsiri dengan komponen alfa-kariofilena, memperlihatkan aktivitas pengendalian terhadap ganguan hati yang diberikan karbontetraklorida (CCl4).


Menurut Quisumbing dan Ogata, meniran telah lama digunakan dalam pengobatan penyakit kuning. Tanaman ini merupakan terna semusim, yang tumbuh liar. Biasanya tumbuh di hutan, ladang, semak-semak, sepanjang jalan, dan tanah berumput, tanah lembab, serta bebatuan, pada ketinggian kira-kira 1 -1.000 m di ata permukaan laut (dpl). Penyebarannya di daerah tropis, Cina, Pulau Solomon, dan India.


Hasil pemeriksaan ekstrak alkohol diketahui, tanaman ini antara lain mengandung sekurinin (filantin). Menurut, Mulchandani, zat ini merupakan alkaloid pahit yaitu 4-metoksi-norsekurinin. Sedangkan Gupta melaporkan adanya kandungan senyawa glukosida, senyawa yang terdiri atas gugus gula dan bukan gula dan disebut fisetin-4-O-glukosida. Kandungan lainnya berupa nirtetralin, nirantin, hipofilantin, filtetralin, linteralin, biesterasam ftalat (filester) yang terdapat bersama dengan senyawa steroida. Dari isolasi ekstrak heksana yang dilakukan oleh Satyanarayana ditemukan suatu sekolignan yaitu seko-4-hidroksilinteralin dan dua hidrosilignan (seko-isolarisiresinol-trimetrileter dan hidroksi nirantin). Di samping itu meniran juga mengandung saponin, kalium (yang menyebabkan daya diuretis), damar, dan zat samak.


Untuk menggunakan meniran sebagai obat hepatitis, bisa digunakan keseluruhan bagian tumbuhan ini. Caranya, dengan merebus 1 g meniran kering dalam 1 gelas air. Perebusan dilakukan hingga airnya tinggal setengahnya. Air rebusan diminum sekali habis. Dalam sehari, obat alami ini cuma boleh diminum maksimal 3 kali.

Buah pace. Perlu diingat, bagi yang menderita gagal ginjal dianjurkan tidak meminum obat tradisional ini. Pemakaian dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kerusakan ginjal.
Bunga kenanga dan buah mengkudu


Kenanga yang merupakan tanaman sejawat meniran pengusir hepatitis termasuk tumbuhan berbentuk pohon. Tumbuhnya tidak pernah berkelompok, tetapi sering ditemukan bersama individu-individu lain dalam jumlah agak banyak dalam satu hutan. Bunga merupakan bagian tanaman yang digunakan untuk obat hepatitis.


Menurut Burkill dan Heyne, bunga kenanga dikenal karena minyak atsirinya yang disebut dengan minyak kenanga atau minyak ylang-ylang. Komponen penyusun minyak atsirinya dilaporkan oleh Perry antara lain, p-kresol, l-linalool, geraniol, benzil alkohol, eugenol, iso-eugenol, metil-eugenol. Tumbuhan ini juga mengandung asam organik seperti, format, asetat, valerat, benzoat, salisilat dan seskuiterpenoida serta alkaloida.


Dalam simposium ke-2 mengenai tumbuhan obat Indonesia di Jepang, Ogata melaporkan, bunga kenanga yang mempunyai kandungan alfa-kariofilena memberikan reaksi pengendalian gangguan hati yang kuat. Untuk menjadikannya obat diperlukan 2 - 3 tangkai bunga. Caranya, bunga-bunga itu dihancurkan dan disedu dengan 1 gelas air panas. Setelah dingin, seduhan ini disaring. Air seduhan inilah yang diminum untuk sekali minum. Dalam sehari, boleh meminum ramuan ini hingga 3 kali. Obat dari bunga kenanga ini tidak mempunyai dampak sampingan dan relatif aman.


Tanaman obat hepatitis lainnya adalah mengkudu. Tumbuhan ini berupa pohon kecil, berdaun lonjong mengkilat, dan berdaging. Buahnya berkutil-kutil, berbiji banyak, dan berwarna hijau kekuningan dengan bau tidak sedap. Pohon mengkudu tumbuh di daerah sampai pada ketinggian 1.000 m dpl. Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan-hutan dan di halaman.


Kandungan kimia pada tumbuhan ini antara lain: metilasetil ester, asam kapril, morinda diol, soranyidiol, morindin, dan morindon. Beberapa kepustakaan menyatakan adanya morindin dalam kulit akar dan kulit batang. Para pakar juga menyatakan, morindin merupakan suatu glikosida turunan antrakinon dengan struktur formula C26H28O14; senyawa yang mengalami hidrolisis menjadi morindon dan gugus gula. Namun, belum ada kesamaan pendapat antara peneliti satu dan lainnya mengenai morindin.


Bagian yang bisa digunakan untuk obat hepatitis adalah kulit batang dan buahnya. Bila dipilih kulit batang, diperlukan kulit batang kering seberat 1 g untuk resep sekali minum. Bahan direbus dalam 1 gelas air sampai tinggal separuhnya. Begitu dingin air rebusan disaring dan diminum. Frekuensinya, 3 kali sehari. Sedangkan bila menggunakan buahnya, diperlukan 1 g buah basah untuk membuat obat sekali minum. Buah tersebut dibuat bubur lalu diseduh dengan 1 gelas air panas. Hasilnya disaring untuk diminum. Dalam sehari bisa meminumnya 3 kali.


Pengobatan dengan kulit batang atau buah mengkudu dilarang bagi orang yang mempunyai kelainan fungsi jantung dan tekanan darah rendah. Dampak sampingan yang bisa ditimbulkan obat tradisional ini adalah diare dan denyut jantung meningkat.

JAMU TRADISIONAL DAN CARA PEMBUATANNYA

Oleh: Ahmad Syauqi*

Didalam kehidupan ini, jamu tradisional sangat krusial dalam hal kesehatan organ tubuh umat manusia. Dengan catatan, apabila kita sadar betul terhadap khasiat jamu tradisional itu. Akan tetapi, pada zaman dunia ketiga sekarang ini, umat manusia kurang menyadari akan khasiat jamu tradisional itu. Ironisnya, malah lebih percaya kepada obat-obatan yang berbau non-tradisional (obat-obatan yang terbuat dari bahan yang berhkasiat, tetapi sudah mengalami kolaborasi dengan bahan-bahan kimia alias sudah tidak murni lagi).

Padahal, dalam kehidupan kita pasti membutuhkan obat-obatan yang betul-betul murni (yang tradisional). Karena, jika kita seumpamanya memakai obat non-tradisional, jelas akan mengalami suatu hal yang kontroversial pada organ tubuh kita di kemudian hari. Begitu juga sebaliknya, apabila kita menggunakan jamu (obat) tradisional jelas kita tidak akan mengalami suatu hal yang kontroversial pada organ tubuh. Mengapa demikian? Karena jamu tradisional belum mengalami campuran bahan-bahan kimiawi. Dan bahan kimia itulah yang sangat membahayakan kepada organ tubuh manusia.

Mungkin dengan sekedar pengantar ini, seluruh umat manusia yang membaca teks ini dapat menyadari akan pentingnya jamu tradisional. Karena selama ini seluruh umat manusia selalu (sering kali) dicekoki oleh perusahaan pembuat obat non-tradisional dengan hasil yang produksinya mempunyai efek samping itu. Dan mereka berhasil—orang-orang perusahaan pembuat obat non-tradisional—mencekoki umat manusia yang jumlahnya tidak sedikit, serta bisa dibilang mayoritas umat manusia mempercayai—jika dihitung dalam persen adalah sekitar 75% dari jumlah penduduk di Indonesia--kalau obat non-tradisional lebih sangat bermanfaat. Oleh karena itu, semoga mulai detik ini perhatian seluruh umat manusia—dengan adanya segelintir informasi ini—yang sebelumnya rasa perhatiannya tertuju kepada obat non-tradisional, kemudian bisa dibendung dan rasa perhatiannya tertuju kepada jamu tradisional.

Proses Pembuatan Jamu Tradisional
Pada hakikatnya pembuatan jamu tradisional tidak sesulit dengan apa yang di bayangkan oleh siapapun saja. Dengan kata lain, pembuatan jamu tradisional sangat mudah sekali. Selanjutnya—sebelum berbicara tentang proses pembuatannya, maka perlu sekali mengetahui terhadap bahan-bahannya—diantara bahan-bahan yang dibuat jamu tradisional antara lain :

Pertama, temu lawak (berkhasiat : Hepatitis, batu empedu, sakit maag, ginjal, asma, bisul, kolesterol, eksem, menambah nafsu makan, bau badan, sembelit, memperbanyak asi, sariawan, nyeri haid, batuk).

Kedua, mengkudu (berkhasiat : Hipertensi, hepatitis, cacing gelang, melancarkan air seni,batuk, diabetes, radang usus, diare pada anak, kulit bersisik, eksem,ketombe, encok, pegal linu, masuk angin, radang tenggorokan dan amandel).

Ketiga, kunir (berkhasiat : mengeluarkan gas dari usus, anti kejang, mencret, menghentikan pendarahan, obat kudis, borok, usu buntu, mati haid, kurang darah, keputihan, penyakit kuning, pembengkakan selaput mulut).

Keempat, Dewa (berkhasiat : Luka, menjcegah penyakit jantung, rematik, kutil).

Kelima, Mentos (berkhasiat : Batuk, radang tenggorokan, asma, memperbaiki paru-paru).

Keenam, Kuncepepet (berkhasiat : Mempersempit kemaluan perempuan, menghilangkan bau rahim, mengatasi keputihan).

Ketujuh, Sirih (berkhasiat : Antiseptik, bau badan, sakit gigi, keputihan, radang selaput lendir mata, gusi bengkak, radang tenggorokan, batuk kering).

Kedelapan, Daun ungu (berkhasiat : Peluruh kencing, mempercepat pemasakan bisul, pencahar ringan, sembelit, wasir, gangguan lambung).

Kesembilan, Kencur (berkhasiat : Masuk angin, tetanus, radang lambung, obat kumur, obat sakit kepala, batuk pilek, perut nyeri, bengkak, muntah-muntah, panas dalam, keracunan, demam malaria).

Kesepuluh, Saga Manis (berkhasiat : Panas dalam, sariawan, radang tenggorokan, sakit kuning).

Kesebelas, Lida Buaya (berkhasiat : Ambein, regenerasi sel, jerawat, batuk yang disertai sesak nafas, rambut rontok, penurun panas dalam, sembelitm).

Kedua belas, Jati Belanda (berkhasiat : Menurunkan lemak dalam badan, melangsingkan tubuh, melancarkan buang air besar dan kolesterol).

Ketiga belas, Daun Apokat (berkhasiat : Jamu ini baik untuk mengobati penyakit darah tinggi, pusing karena tensi darah tidak normal, gangguan jantung, gangguan syaraf dan lain-lain).

Keempat belas, Kuda Jantan (berkhasiat : Menghilangkan pegal linu, badan kurang bersemangat, cepat lelah, stamina menurun, menguatkan daya tahan tubuh,kurang nafsu makan, mengencangkan otot, kurang keras dan lembek, pekerja keras, badan terasa dingin).

Kelima belas, Wortel (berkhasiat : Vitamin A, memperlancar sirkulasi darah, menghilangkan gejala panas mata, mempercepat kerja lambung).

Keenam belas, Jahe (berkhasiat : Mengatasi masuk angin, migrain, mual-mual, mabuk perjalanan,nyeri pinggang dan punggung, cacingan, borok).

Ketujuh belas, Murbai (berkhasiat : Reumatik, flu, sinusitis, asam urat, mengatasi benjolan-benjolan di tubuh, anti piretik, peluruh kencing dan kentut).

Kedelapan belas, Kunir Putih (berkhasiat : Merawat alat-alat reproduksi wanita (rahim), mencegah penyakit kanker, tumor, mengatasi demam berdarah).

Kesembilan belas, Lengkuas (berkhasiat : Mengobati eksim, panu, gabag, borok, koreng, koreng (semua penyakit kulit), radang anak telinga, radang lambung). Dan lain sebagainya (masih bahan-bahan yang lain belum disebutkan).

Selanjutnya mari langsung membahas ke proses pembuatan alias cara-cara pembuatan jamu tradisional. Sebenarnya, tidak terlalu banyak teori didalamnya untuk disampaikan dalam pembahasan tulisan ini. Yaitu—langsung kepada contoh saja biar tidak kesulitan atau lebih mudah untuk memahaminaya—apabila kita ingin membuat jamu tradisional berbentuk instan maka langkah-langkahnya hanya sekedar bagaimana bahan berkhasiat (bahan yang akan dijadikan jamu tradisional, taruklah murbai atau yang lainnya) tersebut diambil sari patinya untuk dimasak. Kemudian, dari hasil pengambilan sari bahan berkhasiat itu langsung diukur atau disesuaikan dengan bahan campuran yaitu gula. Jika gulanya ¼ kg. maka air sari pati bahan berkhasiatnya 0,75 seukuran Aqua. Tapi, apabila gulanya ½ kg. maka air sari pati bahan berkhasiatnya 1,5 seukuran Aqua. Namun, apabila gulanya 1 kg. maka air sari pati bahan berkhasiatnya 3 gelas seukuran Aqua, dan seterusnya.

Akan tetapi perlu diingat—catatan penting—bahwa apabila mau membuat instan dari bahan berkhasiat yang mempunyai nama Lida Buaya, Mengkudu, dan sejenisnya maka hendaknya diberi tambahan secukupnya air kapur (landhana kapor) yang sudah jernih. Tapi, meskipun mau membuat taruklah Temu Lawak tetapi masih dicampuri bahan berkhasiat sejenis Lida Buaya atau Mengkudu, maka hendaknya juga diberi air kapur yang sudah jernih.
Dan jamu tradisional yang berbentuk serbuk dapat dibuat dengan cara bahan berkhasiat yang berbentuk apapu saja dijemur sampai menjadi sangat keting sekali. Setelah bahan berkhasiat itu sudah dipandang sudah kering, maka lansung ditumbuk atau diblander. Sekian.
(Balai Kesehatan Pondok Pesantren [BKPP] Annuqayah)

Dede “Manusia Pohon” Indonesia

Oleh : Denny Sitohang 20-Nov-2007, 05:44:47 WIB - [www.kabarindonesia.com]
Kondisi Dede (35 tahun), seorang nelayan, sungguh sangat mencengangkan para ahli medis ketika melihat kutil-kutil seperti “akar pohon” tumbuh di lengan dan kakinya. Menurutnya, keadaan bagian tubuhnya itu mulai terjadi perubahan setelah lututnya tergores semasa remaja dulu. Karena kelainan pertumbuhan fisik, Dede tidak mampu menjalani tugas-tugas seharian. Tragisnya, dalam kondisi miskin karena tak bisa bekerja dengan baik, ia ditinggalkan istrinya. Dede lalu terpaksa membesarkan dua anaknya yang kini berusia belasan tahun. “Saya hanya bisa pasrah dengan takdir ini. Apalagi para dokter yang memeriksa saya, tidak sanggup mengobati penyakit saya,” katanya. Untuk menafkahi keluarganya, dia bergabung dengan hiburan keliling "Pertunjukan Mengerikan" bersama para penyandang penyakit aneh lainnya. Namun, kepasrahan hatinya itu, ternyata berbuah pengharapan bagi kesembuhan penyakitnya. Seorang pakar dermatologi asal Amerika yang terbang menuju tempat tinggal Dede di selatan Jakarta mengungkapkan, telah mengidentifikasi penyakitnya.Usai memeriksa sample luka dan darah Dede, Dr Anthony Gaspari dari Universitas Maryland menyimpulkan penyakit yang dideritanya itu disebabkan sebuah virus bernama human papilloma virus (HPV). Pada umumnya, virus ini menyebabkan terjadi infeksi sehingga kutil-kutil kecil tersebut berkembang pada tubuh si penderita. Masalah yang dialami Dede, menurut Gaspari, ia hanya memiliki sifat genetik yang langka sehingga menghalangi sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, virus tersebut menguasai “mesin seluler” sel-sel kulitnya sehingga terbentuklah kutil-kutil aneh dalam jumlah besar yang tumbuh seperti pohon di tangan dan kakinya. “Jumlah sel darah putih pada diri Dede pun sangat rendah. Saya semula mengira dia mengidap virus AIDS. Namun sejumlah tes menunjukkan dirinya tidak mengidap virus tersebut sehingga memperjelas kesimpulan bahwa kondisi Dede adalah sesuatu yang langka dan lebih misterius,” katanya. Di luar dari penyakit anehnya, Dede menjalani kehidupannya dengan sehat tidak seperti penderita lain yang mengalami gangguan dengan sistem kekebalan tubuh dan baik orang tuanya maupun saudara-saudaranya tidak ada seorang pun yang menderita kelainan seperti itu. “Kondisi seperti dia ini diperkirakan kurang dari satu dalam sejuta orang,” ujar Gaspari.Gaspari yang terlibat dalam kasus ini melalui Discovery Channel merasa yakin bahwa kondisi Dede bisa disembuhkan dengan mendapatkan sintetis vitamin A setiap harinya yang bisa menahan pertumbuhan kutil-kutil tersebut. “Dia tidak akan memiliki tubuh yang normal dan sempurna, tapi setidaknya ukuran kutil di tubuhnya bisa berkurang dan dia bisa menggunakan tangannya. Selang tiga hingga enam bulan, kutil-kutil tersebut akan menjadi kecil dan jumlahnya kian berkurang. Dia akan menjalani kehidupannya lebih normal lagi,” jelas Gaspari.Dr Gaspari berharap dia bisa mendapatkan obat-obatan gratis dari sejumlah perusahaan farmasi. Obat-obatan tersebut akan diurus sejumlah dokter Indonesia di bawah pengawasannya. Untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap penyakit langka Dede, dokter ini berniat akan membawanya ke Amerika, namun terganjal hambatan birokrasi dan finansial.

Tuesday, December 4, 2007

About Nigella Sativa



From Wikipedia, the free encyclopedia
Nigella sativa

Nigella sativa is an annual flowering plant, native to southwest Asia. It grows to 20-30 cm tall, with finely divided, linear (but not thread-like) leaves. The flowers are delicate, and usually coloured pale blue and white, with 5-10 petals. The fruit is a large and inflated capsule composed of 3-7 united follicles, each containing numerous seeds. The seed is used as a spice.

Nigella sativa seed is known variously as kalonji कलौंजी or कलोंजी (Hindi), kezah קצח (Hebrew), charnushka (Russian), çörek otu (Turkish), habbah Albarakah, حبه البركة (literally seeds of blessing Arabic) or siyah daneh سیاه‌دانه (Persian). In English it is called fennel flower, black caraway, nutmeg flower, Roman coriander, or black onion seed. Other names used, sometimes misleadingly, are onion seed and black sesame (both of which are similar-looking but unrelated). Frequently the seeds are referred to as black cumin, this is, however, also used for a different spice, Bunium persicum. It is also sometimes just referred to as nigella, blackseed or black seed. The name is a derivative of Latin niger, black.[1] An old English name gith is now used for the corncockle.


This potpourri of vernacular names for this plant reflects that its widespread use as a spice is relatively new in the English speaking world, and largely associated with immigrants from areas where it is well known. Increasing use is likely to result in one of the names winning out, hopefully one which is unambiguous.
Nigella sativa has a pungent bitter taste and a faint smell of strawberries. It is used primarily in candies and liquors. The variety of naan bread called Peshawari naan is as a rule topped with kalonji seeds. In herbal medicine, Nigella sativa has hypertensive, carminative, and anthelminthic properties. They are eaten by elephants to aid digestion.


Historical account
According to Zohary and Hopf, archeological evidence about the earliest cultivation of N. sativa "is still scanty", but they report seeds of this condiment have been found in several sites from ancient Egypt including Tutenkhamen's tomb.[1] Although its exact role in Egyptian culture is unknown, we do know that items entombed with a pharaoh were carefully selected to assist him in the after life.
The earliest written reference to N. sativa is found in the book of Isaiah in the Old Testament. Isaiah contrasts the reaping of nigella with wheat (Isaiah 28: 25, 27). Easton's bible dictionary clarifies that the Hebrew word for nigella, ketsah, refers to without doubt N. sativa. According to Zohary and Hopf, N. sativa "was another traditional condiment of the Old World during classical times; and its black seeds were extensively used to flavour food."[2]
In the Unani Tibb system of medicine, N. sativa has been regarded as a valuable remedy in a number of diseases. Ibn Sina, most famous for his volumes called The Canon of Medicine regarded by many as the most famous book in the history of medicine, refers to nigella as the seed that stimulates the body's energy and helps recovery from fatigue and dispiritedness and several therapeutic effects on digestive disorders, gynecological diseases and respiratory system have been ascribed to the seeds of N. sativa (Ave-sina). It is also included in the list of natural drugs of 'Tibb e nabwi', or royal medicine, according to the tradition "hold onto the use of the black seeds for in it is healing for all diseases except death" (Sahih Bukhari vol. 7 book 71 # 592).
The seeds have been traditionally used in the Middle East and Southeast Asian countries to treat ailments including Asthma, Bronchitis, Rheumatism and related inflammatory diseases, to increase milk production in nursing mothers, to promote digestion and to fight parasitic infections. Its oil has been used to treat skin conditions such as eczema and boils and to treat cold symptoms. The many uses of nigella has earned for this ancient herb the Arabic approbation 'Habbatul barakah' meaning the seed of blessing.

Use in folk medicine
Nigella sativa has been used for centuries, both as a herb and pressed into oil, by people in Asia, Middle East, and Africa for medicinal purposes. It has been traditionally used for a variety of conditions and treatments related to respiratory health, stomach and intestinal health, kidney and liver function, circulatory and immune system support, and for general overall well-being.
In Islam, it is regarded as one of the greatest forms of healing medicine available. Muhammad once stated that the black seed can heal every disease-- except death as mentioned in the following hadith:

Narrated Khalid bin Sa'd:We went out and Ghalib bin Abjar was accompanying us. He fell ill on the way and when we arrived at Medina he was still sick. Ibn Abi 'Atiq came to visit him and
said to us, "Treat him with black cumin. Take five or seven seeds and crush them (mix the powder with oil) and drop the resulting mixture into both nostrils, for 'Aisha has narrated to me that she heard the Prophet saying, 'This black cumin is healing for all diseases except As-Sam.' 'Aisha said, 'What is As-Sam?' He said, 'Death.' " (Bukhari)

This Biblical herb, popular in breads and cakes, is used medicinally to purge the body of worms and parasites. An Arab proverb calls it "the medicine for every disease except death." These seeds taste hot to the tongue and are sometimes mixed with peppercorns in Europe."
Black cumin oil contains nigellone, which protects guinea pigs from histamine-induced bronchial spasms {perhaps explaining its use to relieve the symptoms of asthma, bronchitis, and coughs}.
The presence of an anti-tumor sterol, beta sitosterol, lends credence to its use in folklore to treat abscesses and tumors of the abdomen, eyes, and liver."
Look for sterols at http://glycoscience.org/glycoscience/linksPage/links.html Click on the 4th listing for the GlycoScience link. for more details see http://www.barakaoil.com

See also
Nigella ANTIPARASITIC ACTIVITIES OF NIGELLA SATIVA
Anticestodal effect of N. sativa seeds was studied in children naturally infected with the respective worm. The activities were judged on the basis of percentage reductions in the faecal eggs per gram (EPG) counts. The single oral administration of 40 mg/kg of N. sativa seeds and equivalent amount of its ethanolic extract were effective in reducing the percentage of faecal EPG counts and the effect was comparable to niclosamide. The crude extracts also did not produce any adverse side effects from all the doses tested (Akhtar & Riffat 1991).
In 1998, Korshom et al. investigated the anti-trematodal activity of N.sativa seeds against a ruminant fluke (Paramphistomum) in sheep. The methanol extract (1ml/kg) and powder (200 mg/kg) showed high efficacy, comparable to Hapadex (netobimin, 20 mg/kg).
In 2005, Azza et al. studied in vitro the anti-schistosomicidal properties of aqueous extract of N. sativa seeds against Schistosoma mansoni miracidia, cercariae, and the adult worms. Results indicated its strong biocidal effects against all stages of the parasite and also showed an inhibitory effect on egg-laying of adult female worms.
In 2007, Abdulelah and Zainal-Abidin investigated the anti-malarial activities of different extacts of N.sativa seeds against P.berghei as a laboratory model for human parasite. Resutls indicated its strong biocidal effects against malarial parasite.

Notes
^ Daniel Zohary and Maria Hopf, Domestication of plants in the Old World, third edition (Oxford: University Press, 2000), p. 206
^ Zohary and Hopf, ibid.
Akhtar, M.S. & Rifaat, S. 1991. Field trial of Saussurea lappa roots against nematodes and Nigella sativa seeds against cestodes in children. Journal of the Pakistan Medical Association 41: 185–187.
Korshom M., Moghney, A.A. & Mandour, A. 1998. Biochemical and parasitological evaluation of Nigella sativa against ruminant fluke (Paramphistomum) in sheep as compared with trematocide “Hapadex”. Assiut. Vaternary Med. J. 39 (78): 238–244.
Azza, M. M., Nadia, M. M. & Sohair, S. M. 2005. Sativa seeds against Schistosoma mansoni different stages. Mem. Inst. Oswaldo. Cruz. Rio de Janeiro 100(2): 205–211.
Abdulelah H.A.A. & Zainal-Abidin B.A.H. 2007. In vivo anti-malarial tests of Nigella sativa (black seed) different extracts. American Journal of Pharmacology and Toxicology 2 (2): 46-50, 2007.
Abdulelah H.A.A. & Zainal-Abidin B.A.H. 2007. Curative and prophylactic anti-malarial activities of Nigella sativa (black seed) in mice. The Malaysian Journal of Medical Sciences 14: 209.

External links
- Clinical data on Black seed (Nigella sativa)
Kalonji - by Dr. M. Laiq Ali Khan
Nigella sativa
Pharmacological and toxicological properties of Nigella sativa. - abstract
Antimicrobial activity of Nigella sativa oil against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa obtained from clinical specimens.
- Evoca Black Seed Cola

Types of warts






Illustrations copyright 2000-2002 Nucleus Communications, Inc. All rights reserved. http://www.nucleusinc.com

Medical Review:Patrice Burgess, MD - Family MedicineAlexander H. Murray, MD, FRCPC - Dermatology
Last Updated: February 16, 2006
© 1995-2007, Healthwise, Incorporated, P.O. Box 1989, Boise, ID 83701. ALL RIGHTS RESERVED.

Calluses and Corns - References

References

Citations

DeLauro TM (2003). Corns and calluses. In IM Freedberg et al., eds., Fitzpatricks's Dermatology in General Medicine, vol. 1, pp. 1247–1249. New York: McGraw-Hill.

Other Works Consulted

  • Freeman DB (2002). Corns and calluses resulting from mechanical hyperkeratosis. American Family Physician, 65(11): 2277–2280.
  • Mann JA, et al. (2003). Hard corn and soft corn (clavus durum and clavus mollum). In HB Skinner, ed., Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics, 3rd ed., pp. 467–468.
  • Mann JA, et al. (2003). Keratotic disorders of the plantar skin. In HB Skinner, ed., Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics, 3rd ed., pp. 473–475.
  • Pfeffer GB, ed. (2001). Corns and calluses section of Foot and ankle. In WB Greene, ed., Essentials of Musculoskeletal Care, 2nd ed., pp. 437–441. Rosemont, IL: American Academy of Orthopaedic Surgeons.
Author: Ralph Poore
Medical Review: Patrice Burgess, MD - Family Medicine Alexander H. Murray, MD, FRCPC - Dermatology
Last Updated: February 16, 2006
© 1995-2007, Healthwise, Incorporated, P.O. Box 1989, Boise, ID 83701. ALL RIGHTS RESERVED.

Calluses and Corns - Exams and Tests

Exams and Tests
Calluses and corns—areas of thick, hardened, dead skin—generally are diagnosed during a physical exam. If the calluses or corns are on your feet, you will be asked to take your shoes and socks off, and your feet will be examined. If you have calluses on another part of your body, such as your knee or elbow, your health professional will examine those areas as well.
Your health professional may also ask you questions about your work, hobbies, or shoes. If your health professional suspects a problem with the bones of the foot, he or she might do an X-ray of your foot.
If a callus or corn is not located over a bony part of the foot or a pressure point is not obvious, your health professional may look for another cause, such as skin cancer or a genetic cause.
If you have diabetes, peripheral arterial disease, peripheral neuropathy, or other conditions that cause circulatory problems or numbness, tell your health professional. These diseases affect your treatment options.
Author: Ralph Poore
Medical Review: Patrice Burgess, MD - Family Medicine Alexander H. Murray, MD, FRCPC - Dermatology
Last Updated: February 16, 2006
© 1995-2007, Healthwise, Incorporated, P.O. Box 1989, Boise, ID 83701. ALL RIGHTS RESERVED.

Calluses and Corns - Symptoms

Symptoms
The symptoms of calluses and corns include pain while walking or wearing shoes and difficulty fitting into shoes. Pressing or squeezing the callus or corn may also cause pain.
You can tell you have a callus or corn by its appearance. A callus is hard, dry, and thick and may appear grayish or yellowish. It may be less sensitive to your touch than surrounding skin, and it may feel bumpy. A hard corn is also firm and thick. It may have a soft yellow ring with a gray center. A soft corn looks like an open sore.
See illustrations of a callus and hard and soft corns.
A callus or corn may be confused with a wart. Warts are generally tender and painful when pinched side to side, whereas calluses and corns can be painful when pressing directly on them. See illustrations of types of warts. For more information, see the topic Warts and Plantar Warts.
Other conditions that can resemble a callus or corn include:
An object in the skin, such as a sliver.
Inflammation of the lining of the joint at the end of the metatarsal bone (synovitis).
A pinched nerve between toes (Morton's neuroma).
Hardened areas of skin due to genetics.
Author: Ralph Poore
Medical Review: Patrice Burgess, MD - Family Medicine Alexander H. Murray, MD, FRCPC - Dermatology
Last Updated: February 16, 2006
© 1995-2007, Healthwise, Incorporated, P.O. Box 1989, Boise, ID 83701. ALL RIGHTS RESERVED.

Warts and Plantar Warts - Symptoms

Symptoms
Warts occur in a variety of shapes and sizes. A wart may appear as a bump with a rough surface, or it may be flat and smooth. Tiny blood vessels (capillaries) grow into the core of the wart to supply it with blood. In both common and plantar warts, these capillaries may appear as dark dots (seeds) in the wart's center.
Following are descriptions of the main types of warts.
Common warts usually appear singly or in groups on the hands, although they may grow on any part of the body. They usually are rough, gray-brown, dome-shaped growths.
Plantar warts can develop on any part of the foot. Sometimes dark specks are visible beneath the surface of the wart. When pressure from standing or walking pushes a plantar wart beneath the skin's surface, a layer of thick, tough skin similar to a callus develops over it. As the callus and wart get larger, walking can become painful, much like walking with a pebble in your shoe. Multiple plantar warts can form in a large, flat cluster known as a "mosaic wart."
Flat warts are usually found on the face, arms, or legs. They are small (usually smaller than the eraser on the end of a pencil), and there are usually several in one area. They have flat tops and can be pink, light brown, or light yellow. Flat warts are often spread by shaving.
Filiform warts, a kind of flat wart, can grow around the mouth, nose, and beard area. The surface of this type of wart has many flesh-colored, fingerlike projections.
Periungual warts are found under and around the toenails and fingernails. They appear as rough, irregular bumps. They can affect nail growth.
Genital warts can be extremely small and difficult to detect. For more information, see the topic Genital Warts.
Common and flat warts do not cause pain. However, they can be bothersome and can spread easily if they are in areas that are constantly irritated by rubbing or shaving. Visible warts can be embarrassing for some people. Plantar warts often cause pain, especially if they are located over bony areas of the foot.
Other skin conditions may look like warts. These include:
Seborrheic keratoses, which are noncancerous growths of the skin. They vary in color from light tan to black and in size from very small to the size of a coin. The growths may look waxy, pasted on, or stuck on.
Skin tags (acrochordon), which are small, soft pieces of skin that stick out on a thin stem. They most often appear on the neck, armpits, upper trunk, and body folds. They commonly appear after middle age.
Corns, which are areas of thick, hardened, dead skin.
Skin cancer. Skin cancer may appear as a growth or mole, a change in a growth or mole, a sore that does not heal, or irritation of the skin.
Warts cover the lines and creases in the skin; this is one way to tell a wart from other skin conditions.
Author: Paul Lehnert
Medical Review: Patrice Burgess, MD - Family Medicine Alexander H. Murray, MD, FRCPC - Dermatology
Last Updated: November 17, 2004
© 1995-2007, Healthwise, Incorporated, P.O. Box 1989, Boise, ID 83701. ALL RIGHTS RESERVED.

Topic Overview

This topic covers warts on any area of the body except the genitals. For information about warts in this location, see the topic Genital Warts.
What are warts, and what causes them?
A wart is a harmless, noncancerous skin growth caused by a human papillomavirus (HPV). There are more than 100 known types of HPV. HPV infects the top layer of skin, usually entering the body in an area of broken skin. The virus causes the top layer of skin to grow rapidly, resulting in a wart. Warts generally go away on their own within months or years. 1
Warts can occur anywhere on the body. They are most common among children and young adults. 2
There are six main kinds of warts. They can differ in location and in appearance.
Common warts appear most often on the hands, but they may appear anywhere on the body. They are rough, gray-brown, dome-shaped growths.
Plantar warts occur on the soles of the feet. They look like hard, thick patches of skin with dark specks. Plantar warts may cause pain when you walk, and you may feel like you are stepping on a pebble.
Flat warts are usually found on your face, arms, or legs. They are small (usually smaller than the eraser on the end of a pencil), have flat tops, and can be pink, light brown, or light yellow.
Filiform warts are usually found around the mouth, nose, or beard area. They are flesh-colored with fingerlike projections.
Periungual warts are found under and around the toenails and fingernails. They appear as rough, irregular bumps. They can affect nail growth.
Genital warts are found on the genitals, around the anus, within the rectum or vagina, or on the cervix. They range in color from flesh to gray and often grow together to form cauliflower-like masses and in some cases are too small to see. Genital warts may increase a woman's risk of cervical cancer.
How are warts spread?
Warts are easily spread by direct contact with a human papillomavirus. You can reinfect yourself by touching the wart and then another part of your body. You can infect others by sharing towels, razors, or other personal items. After exposure to a human papillomavirus, it can take 2 to 9 months of slow growth beneath the skin before you notice a wart. 2
It is unlikely that you will develop a wart every time you are exposed to a human papillomavirus. Some people are more likely to develop warts than others.
Genital warts are very contagious.
What are common symptoms?
Warts occur in a variety of shapes and sizes. A wart may appear as a bump with a rough surface, or it may be flat and smooth. Tiny blood vessels (capillaries) grow into the core of the wart to supply it with blood. In both common and plantar warts, these capillaries may appear as dark dots (seeds) in the wart's center. Typically, the skin lines and creases over the wart are distorted.
Warts are usually painless; however, a wart that develops on a pressure point, such as a finger or on the bottom of the foot, can be painful.
How are warts diagnosed?
Warts are usually diagnosed by their appearance. Your health professional may take a sample of the wart and examine it under a microscope (skin biopsy). This may be done if the diagnosis is unclear or if a skin growth is darker than the skin surrounding it, appears as an irregular patch on the skin, bleeds, or is large and growing rapidly.
How are they treated?
Treatment is not needed for most warts. However, if you have warts that are painful or spreading or you are bothered by their appearance, your treatment options include:
Home treatment with a nonprescription salicylic acid or with adhesive tape.
Putting a stronger medication on the wart, or injecting it with medication.
Freezing the wart (cryotherapy).
Surgical removal of the wart (electrosurgery, curettage, laser surgery).
Wart treatment is not always successful. Even after a wart shrinks or disappears, warts may return or spread to other parts of the body. This is because most treatments only destroy the wart and do not kill the virus that causes the wart.
Frequently Asked Questions
Learning about warts and plantar warts:
What are warts?
What causes warts?
Can I prevent warts?
What are the symptoms of warts?
How do warts progress?
What increases my risk of developing warts?
Who is affected by warts?
Being diagnosed:
Who can diagnose warts?
How are warts diagnosed?
Getting treatment:
How are warts treated?
What medications will I need to take?
Will I need surgery?
What other treatments might be recommended?
Should I treat warts?
Living with warts:
How can I manage warts at home?
Author: Paul Lehnert
Medical Review: Patrice Burgess, MD - Family Medicine Alexander H. Murray, MD, FRCPC - Dermatology
Last Updated: November 17, 2004
© 1995-2007, Healthwise, Incorporated, P.O. Box 1989, Boise, ID 83701. ALL RIGHTS RESERVED.